Surat pertama untuk Radi

Dear Radi, 



apa kabar?

Aku tak yakin, jika kau masih mengingat ku. Biarlah nanti akan ku sebutkan nama ku di akhir surat. Itu pun jika kau masih mau mendengar namaku. 

Ingatkah kau, di bulan Juli, tahun lalu, ketika kau mengajakku pergi keluar kota, dan kau mengatakan bahwa kau bahagia melihat sinar dari mataku, berbinar-binar karena bahagia, katamu. Pipiku merona, tak mampu membendung segala kebahagiaan. Karena itu memang pertama kali bagiku, untuk pergi bersama seorang kekasih keluar kota. Benar, itu denganmu, Radi. 

Masih'kah kau juga ingat, ketika kau berkata "Aku tak akan pernah bersama wanita lain, sekalipun juga apabila aku kehilangan'mu". 

Aku masih sempat mempercayainya, saat itu. 

Namun, seperti terkena petir di siang bolong, aku mendengar bahwa kau telah memiliki kekasih baru, yang bahkan kau sembunyikan dariku. Padahal, belum kering air mata yang basah di pipi, karena mu, Radi. Belum hilang rasa sakit yang kau toreh, karena celoteh'an ngawur mu ke Ibunda'mu soal apa yang ku bicarakan denganmu saat itu, hingga membuat Ibundamu memandang sedih ke mataku, karena kecewa. 

Radi, jika kau masih mau tahu, aku sedih karena itu. Kau seperti mengasah pisau, karena tak terima ketika hubungan ini ku akhiri. Dan kau menggunakan omonganku untuk menyerang Ibu'mu, dan membirukan namaku. Sebenarnya, jika kau masih mau tahu lagi, aku berharap bahwa suatu saat kau akan berubah, tak lagi seperti itu, dan meminangku. 

Tapi, Radi, sekarang, itu sudah tak mungkin lagi untuk ku'bayangkan, karena kau sudah memiliki ia disisimu. 

Sekarang, aku hanya berusaha untuk menulis surat pertama, untukmu, sebagai seorang di masa lalu.  Dan surat terakhir, bagimu, sebagai seorang kekasih.

Dan jika kau menulis surat balasan, jangan kau tanyakan bagaimana kabarku sebagai salam basa-basi, karena aku sudah tidak butuh kata 'kabar', aku terluka. 

Semoga kau bahagia bersamanya. 


Salam, Rayya.




 

Komentar

Postingan Populer