Apa?


Aku tidak tahu apa yang paling berkesan darimu. 
Apakah kemeja kotak-kotakmu yang selalu menebarkan wewangian white musk?
Kamu bilang kamu benci wangi parfum karena tidak suka sensasinya yang selalu bikin kamu pusing. Tetapi semenjak kamu bertemu denganku, dan mencium bau parfumku yang katamu khas karena mirip bau shampoo adik perempuanmu, kamu pun berusaha mencari parfum yang menggambarkan kepribadianmu sendiri. Yang paling aku ingat, saat itu kita berputar keliling kota hanya untuk mencari wangi parfum yang kamu suka. Nihil. Kamu terlalu perfeksionis dan merasa bahwa tak ada satupun parfum yang cocok dengan kepribadianmu.
Namun, tiba2 kamu menemukannya dari katalog kosmetik milik saudaraku yang tergeletak tak sengaja di meja rumahku, menggosok'kan wangi testernya di nadimu sesuai instruksi, dan kemudian langsung membelinya. Sejak saat itu, aku selalu mencium bau parfum'mu dari kemeja kotak-kotak yang selalu kamu pakai. Kotak merah dengan garis lurus warna hitam, kotak biru dengan garis warna putih. Semua kemejamu bermotif kotak-kotak. Aku menyukainya ketika kamu memakai kemeja kotak-kotak. Kamu keren.
Entah kalau begitu. Apakah aku lebih menyukai kemeja kotak-kotakmu atau parfummu. Aku belum memutuskannya.
Apakah warna kulitmu yang membuatku terkesan? Atau malah kacamata kotak berframe hitam milikmu?
Selama ini kamu berkata bahwa kamu iri dengan warna kulitku yang cenderung gelap. Kamu bilang, aku mengingatkanmu kepada kue jahe buatan ibumu yang sedikit gosong. Katamu, rasa kue jahe yang sedikit gosong adalah yang terbaik. Maka dari itu, kamu suka aku semenjak awal kali kita bertemu. Tetapi perumpamaanmu tentang kue jahe tidak pernah membuatku terkesan. Bukan itu alasan aku menyukaimu. Karena aku nggak suka warna kulitku yang gelap. Apalagi disamakan dengan kue jahe yang sedikit gosong.
Mungkin benar. Aku menyukai kacamata hitam'mu.
Sebentar, tunggu.
Aku tiba-tiba ingat jika awalnya kamu tidak memakai kacamata. Aku yang terlebih dahulu memakainya karena kondisi mataku yang rabun sejak usia dini.
Ah ya, aku ingat. Awalnya, aku selalu memaksamu untuk mau memakai baju couple yang aku beli. Karena ukuran badanku M (yang hampir L), aku sulit menemukan baju couple yang cocok untuk ukuranku. Maka dari itu, ketika aku berhasil menemukan'nya tanpa sengaja di tengah pasar malam yang kita datangi, aku memaksamu untuk menyetujui memakainya apabila aku membelinya.  Kamu cemberut. Katamu, kamu nggak suka pake baju kembaran. Mirip anak panti. Aku pun langsung ngambek hingga seminggu sesudahnya.
Kamu nggak suka aksesoris. Maka dari itu, aku hanya mau punya satu baju yang kembaran sama kamu. Kamu nggak mau. Aku sebal sama kamu.
Namun tiba2 kamu datang ke rumah mengenakan kacamata dengan frame hitam. Katamu, kamu mulai rabun. Aku pun mengangguk bodoh tanpa tahu jika kacamatamu mirip dengan kacamataku. Dan kamu baru memberitahuku tentang maksudmu memakai kacamata ketika anniversary kita yang kedua. Katamu aku nggak pernah memperhatikan detail kecil yang nggak berarti sembari mengusap kepalaku. Ada desiran lembut dari otak menuju hati. Perlahan. Itulah saat dimana aku benar-benar melihatmu sebagai kekasihku. Tapi bukan itu yang paling berkesan darimu.
Tapi mungkin, kalau dipikir lagi, aku juga tidak terkesan dengan caramu menciumku. Kamu tak pernah menciumku terlebih dahulu ataupun membalas ciumanku sesudahnya. Bibirmu selalu terkatup. Rapat. 
Kamu selalu bilang, "sini, cium pipi" setiap kali aku melakukan kesalahan dan minta maaf. Setelah aku menciummu, kamu pun tersenyum riang. Kadang-kadang juga bersiul. Pernah sekali, kamu tanpa sadar mengatakan "hm, minta maafnya pake cium bibir", dan aku melakukannya. Kamu pun shock dan terdiam sesaat. Tetapi kemudian kamu hanya tersenyum lebar dan menggenggam erat jemariku. Kamu nggak pernah balik menciumku. Aku bukan suka kamu karena ini.
Begitupun dengan pelukan. Selalu kamu yang menyuruhku melakukannya terlebih dahulu.
Aku selalu merasa, kamu tak tertarik denganku.
Maka dari itu, kali ini aku mau coba sekali lagi. 
Aku mencium bibirmu, perlahan. Dan seperti biasa, kamu hanya mengembangkan senyum termanismu tanpa pernah membalas ciumanku.

Aku pun berkata kepada ibumu, "mi, silahkan tutup petinya. Vano sudah tersenyum. Vano siap."

Dan petimu lalu ditutup perlahan. Aku masih mampu melihat jemarimu menggenggam fotoku sebelum aku tidak mampu melihat jasadmu sama sekali.
Dan kini aku pun bertanya dalam hati, apa yang paling berkesan darimu untukku?

Sidoarjo, 28-29 Juni, 2014
00:18

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
*Cerpen ini cuma fiksi. Ya, nggak semuanya fiksi sih. Beberapa hasil dari kisah nyata yang kecampur sama imajinasi gila soal cinta. Tetapi kadang, cinta itu kayak gini: 
-Satu, kamu nggak tau alasan kenapa kamu bener-bener suka sama seseorang. 
-Dua, kadang kamu berusaha mengubur mati orang yang ada dihatimu, walaupun dia sebenernya tetap hidup. 
-Tiga, ketika kamu dicium seseorang, kamu ingin mendapatkan ciuman balasan. Seakan itu menjadi tanda bahwa dia juga balik cinta sama kamu. 
Ah, saya males ngomongin cinta-cinta'an. Tapi minggu ini, saya gregetan karena tetep masih belum bisa nonton The Fault in Our Stars.

Komentar

Postingan Populer